EMPTY NET OR SINKING BOAT?


Lately, I heard about a sermon titled “The Acts of the Holy Spirit”-such a very good sermon that teaching us how to move and do something better in life, certainly with the help of God.

Berpikir tentang “a move”, pastinya butuh sekali yang namanya SEMANGAT. Tapi, kalau mau jujur nih, kadang-kadang ada masa-masa di hidup dimana kita pengennya semangat, tapi engga bisa sama sekali. Bahkan, mungkin orang-orang di sekeliling kita sudah memberi semangat ke kita (dengan cara apapun), bahkan lingkungan kita sudah berusaha memberi semangat (bayangkan lingkungan sebagai makhluk hiduplah :P) tapi tetap aja nih, kita engga bisa semangat. Nah, kalau sudah seperti itu, gimana caranya bisa make a move? Karena jelas banget dalam hidup ini kita butuh “move”, kalau engga, siap-siap deh jadi orang gagal seumur hidup yang selalu ada di comfort zone dan bisanya cuma menggerutu dalam hati melihat hidup orang lain.

Let’s take a look from one of my favourite person in my most favourite book, The Bible. Orang ini namanya adalah Simon Petrus. Untuk lebih mudahnya, kita bagi aja ya jadi 2 episode, yaitu “Empty Net Episode” and “Sinking Boat Episode”.

Episode 1: The Empty Net (Luke 5:1-11)
Simon Petrus berprofesi sebagai seorang nelayan. Buat seorang nelayan, kesuksesan itu artinya ya mendapatkan hasil tangkapan ikan buat dijual supaya bisa mendapatkan nafkah hidup. Tapi hari itu, Simon Petrus sudah sepanjang malam berlayar mencari ikan dan tidak mendapatkan apa-apa. Jalanya kosong. Dia lesu, engga bisa make a move sama sekali. Jeng, jeng! Tiba-tiba seorang asing bernama Yesus Kristus datang menghampiri Simon Petrus yang sudah lesu ini dan berkata, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Kebayang engga kalo kita jadi Simon Petrus? “Hellooo, siapa elu, baru pertama kali ketemu berani-beraninya suruh-suruh guwe? Elu bukan nelayan sama sekali, emang tahu susahnya cari ikan? Guwe udah berlayar semalam suntuk dan engga dapet apa-apa,” mungkin itu yang ada di benaknya Simon Petrus kali ya. ‘’Tapi hari itu, ia membuat sebuah keputusan untuk “move”. Ia menjawab, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Dia membuat sebuah move yang menghasilkan hasil yang luar biasa: tangkapan besar. Melihat hal ini, Simon Petrus sungguh takjub. Seorang asing yang baru dikenalnya ini tidak hanya bisa memberinya semangat untuk bergerak tapi juga kesuksesan besar buat seorang nelayan. Di saat itulah, dia memutuskan untuk meninggalkan semuanya (keluarga, pekerjaan, dll) untuk mengikut orang asing yang baru dikenalnya itu, Yesus Kristus, dan inilah Simon Petrus yang kita kenal sebagai salah satu dari 12 orang murid Yesus.

Episode 2: The Sinking Boat (John 21:1-21)
Setelah memutuskan mengikut Yesus Kristus dan menjadi salah seorang muridnya, Petrus berjalan bersama-sama Yesus selama 3,5 tahun lamanya. Suka duka dialaminya, mulai dari mujizat-mujizat yang luar biasa yang dilihat, dialami, bahkan dikerjakannya, sampai duka mendalam yang berujung pada trauma, yaitu kegagalannya untuk membuktikan bahwa ia adalah orang yang bisa dipercaya. Bagaimana tidak? Di masa terberat dalam hidup Yesus Kristus, Guru dan Sahabatnya itu, ia malahan menyangkal bahwa ia pernah mengenal-Nya. Bukan cuma 1x, tapi 3x. Traumanya pun bertambah saat ia melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Yesus Kristus yang semasa hidupnya selalu melakukan mujizat, bahkan dapat membangkitkan orang mati sekalipun, harus meninggal di kayu salib. Harapan Petrus sirna, dan lagi-lagi, ia lesu, kehilangan semangat, dan tidak bisa “make a move”.

Jika di episode 1 Petrus langsung bergerak ketika mendengar suara dan perintah Yesus, di episode kali ini, tidak semudah itu membuatnya bergerak. Tuhan Yesus memang meninggal dan disalibkan, tapi seperti yang sudah dijanjikan, diramalkan, dan ditulis, Ia bangkit pada hari ketiga dan menampakkan diri kepada murid-muridnya, termasuk Petrus. 1 kali. 2 kali. Sudah 2 kali Yesus memperlihatkan dirinya. Gimana sih rasanya kalau kita tahu ada orang barusan meninggal, eh tiba-tiba hidup lagi? Kita pasti udah heboh dan bakalan kasih tahu semua orang, bahkan mempostingnya ke semua medsos kita. Tapi engga dengan Petrus, trauma dan luka di hatinya sudah teramat dalam. Tidak semudah itu membuatnya move seperti di episode 1. Malahan, kalau kita baca di John 21, Petrus memutuskan untuk kembali ke pekerjaan lamanya, yaitu nelayan. Bukan cuma itu aja nih, kalau kita sedang ada dalam kondisi seperti Petrus, tanpa kita sadari bahkan kita bisa mengajak orang-orang lain di sekitar kita (yang sama-sama engga bisa move on) buat ikut-ikutan mundur. Kembali ke masa lalu. Bukankah seperti itu orang-orang yang engga bisa move on? Selalu kembali ke masa lalu dan tanpa sadar mengajak dan memprovokasi orang-orang di sekitarnya untuk jadi sama seperti dirinya?

Yesus akhirnya memutuskan untuk menemui Petrus lagi, ini kali ketiga. Ketika siang itu, Ia melihat Petrus dkk lagi-lagi gagal menangkap ikan setelah semalam suntuk berlayar, Ia mendatangi mereka. Tapi, mengerikannya, kalau kita ada di episode 2 ini, bahkan ketika Yesus menampakkan diri aja, mereka engga sadar dan engga mengenali Yesus. Padahal itu siang bolong loh. Hati mereka sudah beku. Bahkan bisa dibilang, bukan masalah jala kosong lagi yang dihadapi, tapi kapal yang tenggelam. Tenggelam dalam kekecewaan, kesedihan, dan masa lalu.

Tapi, kalau es di kutub aja bisa mencair, hati kita yang beku juga bisa cair loh. Kalau kita engga mau menyalakan api, harus ada yang berinisiatif menyalakan apinya terlebih dulu, dan itulah yang dilakukan Yesus, berkali-kali ia berinisiatif, bahkan sejak pertama kali bertemu dengan Petrus, dan saat itu, ia kembali mengambil inisiatif. Ia kembali mendatangi Petrus yang sudah tenggelam dalam masa lalunya dan menyuruhnya dengan cara yang sama untuk menebarkan jala, dan lagi-lagi, mereka mendapatkan panen ikan. Di saat itulah Petrus tersadar, dan di saat itulah sekali lagi, Yesus berkata pada Petrus, “Ikutlah Aku.”
***
Jika kita membaca Luke 5 dan John 21, ada pola yang sama, bahkan kejadian dan setting yang lumayan mirip, termasuk kata, “Ikutlah Aku.” Sebuah ajakan yang sama namun memiliki arti yang berbeda. Pada episode 1, Petrus memang mengiyakan ajakan itu, tapi Ia belum paham arti ajakannya. Jika kita ada di episode 1, sama seperti Petrus, kita memang mengikut Tuhan, tapi biasanya kita juga berjalan menurut rencana kita. Tuhan maunya A, kita maunya B, dst. Dalam benak kita, engga ada tuh namanya ikut Tuhan bakalan sengsara. Itu juga yang ada di benak Petrus, Ia engga pernah menyangka sama sekali, bahwa Tuhan Yesus yang semasa hidupnya selalu mengerjakan mujizat, harus menanggung sengsara di kayu salib.

Pengalaman demi pengalaman pahit itu bisa membawa seseorang sampai di episode 2, yaitu sinking boat. Kalau udah ada di episode ini nih, biasanya seseorang bakalan susah sekali buat move on, biasanya hidupnya bakalan mundur atau jalan di tempat, dan pake acara engga sadar pula, itu yang paling bikin orang-orang disekitarnya (yang biasanya berniat baik buat ngebantu) sebel sampai kebakaran jenggot. But, the good news is Tuhan Yesus engga bakalan kebakaran jenggot. Mau kita lagi ada di episode 1 maupun episode 2, Tuhan tetap engga menyerah buat mengetuk dan membakar hati kita yang sudah beku. He is God of a Second Chance. Dia selalu menawarkan diri untuk menyalakan api dan membakar hati kita, tapi dengan syarat, kita membuka pintu hati itu. Kalau engga ya Tuhan engga bakalan bisa masuk. Kalau syarat ini terpenuhi, apa yang akan terjadi? Suatu perubahan yang besar dalam hidup! Sama seperti Petrus, ketika di episode 2 ia mengiyakan ajakan untuk mengikut Tuhan, dengan kali ini tahu betul maknanya, yaitu PENYERAHAN DIRI, ikut Tuhan tapi juga ikut apa yang Dia mau, maka terjadi hal yang luar biasa dalam hidup Petrus. Hidupnya dipakai luar biasa menjadi rasul dan martir yang tidak hanya membawa kegerakan kekristenan ke seluruh dunia, tapi juga rela mati bagi Yesus.

Nah, bagaimana kondisi hidup kita? Apakah kita sudah move? Atau kita sedang dalam keadaan engga bisa move sama sekali dengan hati yang sudah sedingin es batu? Apapun kondisinya, ingatlah bahwa God’s love is always the same, yesterday, today, and tomorrow. God's love is the only thing in this world than can warm your heart. Dia dekat dengan hatimu, bahkan ketika kamu engga sadar sama sekali. Yup, let’s make a move. Hidup terlalu singkat buat dihabiskan untuk berkubang di masa lalu. God Bless You.

Esther Irma
09 Desember 2015, 20:54 PM

Inspired by the lively Words of Keluarga Allah & Elevation Church

Comments